Selasa, 30 Desember 2008

Jiwa Muhammad: Bagian 6; Penjelasan Tambahan

Sudahlah lazim bahwa segala sesuatu itu selalu berkurang terus, demikianlah memang sudah sifatnya, karena barang siapa yang sudah sanggup sampai pada Tuhannya sebenarnya segala sesuatu tadi tak perlu lagi, sebab sudah tercukupi dalam Tuhan semua.

Demikianpun buku ini adalah merupakan rahmat pula bagi yang telah sampai tapi barang siapa yang belum akan bisa menjadi laknat dan bahkan sudah selayaknya dibakar saja sebab memang tidak perlu dan bahkan menyesatkan pula dari jalan yang lurus, yakni jalan yang sebenarnya pendek sekali dalam diri sendiri, karenanya tidaklah usah memakai buku dan sudah tercukupi yakni manakala Tuhan bermau demikian. Tetapi rupanya kemauan Tuhan adalah lain yakni dengan cara mengirim buku-buku tuntunan agar supaya manusia sanggup berwawancara sendiri atau meraih wahyu sendiri sekuat berserahnya.

Demikianlah maka buku ini adalah sebagai contoh dari pada hasil penyerahan itu. Barang siapa yang diberi berlebih hendaklah melengkapkannya, karena tiadalah pula salahnya andaikata anda sendiri berusaha mencapai yang demikian itu yakni dengan cara serah diri mutlak.

Manakala tidak niscaya masih sia-sia terus. Karenanya sudahlah selayaknya bahwa kini mesti segera diakhiri zaman itu agar supaya benar-benar manusia kembali ke Tuhan jangan terganggu-ganggu lagi. Maka dengan ini sebenarnya sudahlah terintis suatu jalan kembali ke Tuhan dan barang siapa yang masih ragu niscaya ketinggalan sendiri. Tetapi itupun sepanjang kehendak Tuhan Tuhan juga, karenanya biarkanlah saja segalanya berlalu dan cukuplah manakala kita berserah diri sehingga hanya Tuhan sendirilah yang mewakilinya. Demikianlah letak soal yang sebenarnya yakni benar benar terletak pada Tuhan sendiri. Manakala segala soal sudah kita kembalikan kepada Nya maka benar-benarlah akhir zaman mulai dan cukuplah sudah Tuhan menjadi tujuan.

Kini kembalilah sebentar kepada soal takdir, maka itu adalah diperlukan bagi manusia biasa agar sanggup memahami bahwa sebenarnya seluruh alam ini adalah suatu kematian yang besar dan yang sejati mestilah dicari lagi. Maka dengan demikian sangguplah ia meninggalkan dunia ini dengan segala ikhtiarnya itu sendiri termasuk pula dalam takdir.

Maka kesia-siaan selama ini akan terhapus dan mulailah manusia mempergunakan cahaya Illahi bukan lagi hanya fikiran biasa yang daerahnya teramat sempit lagi palsu. Maka Alam kejiwaan adalah menjadi tujuan setelah keduniaan ini selesai. Maka tiadalah habis-habisnya soal kejiwaan ini manakala diurai maka mestilah rajin pula membaca disana-sini walaupun buku yang tersendiri tersedia pula.

Maka alangkah lamanya manusia ini menyadari yang demikian itu sehingga terpaksa berkali-kali hidup baru sanggup menerima. Maka apalah salahnya kami jelaskan pula disini bahwa sebenarnya memanglah pengetahuan bagi ummat Muhammad tentang kerukhanian itu baru sedikit sekali yakni Alam kejiwaan yang bebas sudah dari pada hidup dan mati dimana harus pula dijelajah sebelum mati. Sebab mati adalah suatu perobahan mutu dunia menjadi lebih sejati dimana haruslah dialami sewaktu hidup ini benar-benar maka serenta mati akan mengalami sebagai mutu disewaktu hidup tadi.

Demikianlah maka barang siapa yang “ b u t a “ sewaktu hidup ini maka “ b u t a “ pula sesudah mati kecuali manakala Tuhan mau yang bagaimanapun jadi. Sebab segalanya tergantung Tuhan sendiri yang membikin hukum sedemikian yakni manakala manusia ini sudah sanggup mempersamakan hidup dan mati maka barulah bisa menguak tabir kegaiban.

Oleh sebab itu janganlah terpenjara dalam hukum-hukum dunia ini saja yang selaras memang dengan bujukan Iblis, tetapi hendaklah segera kembali ke FIRDAUS lagi jangan lagi mau ditipu-tipu. Sebab sebenarnya Adam dalam surga itu adalah sama juga ada maupun tidak ada, belum maupun sudah, dikarenakan memang hukumnya memang lain dengan dunia ini, karenanya berusahalah menjadi AWWALUL MUSLIMIN, dengan sendirinya Adam dalam surga sudah pula berada pada anda.

Sudahlah selayaknya kini kita tidak lagi berfaham sempit yakni hanya mengandalkan saja pada benar dan salah, sebab itu hanyalah hasil fikiran dimana sittan menjadi komandannya. Karenanya SERAH DIRI adalah menyerahkan sittan itu kembali kedalam Tuhan sehingga hanya Tuhan sajalah yang kita percaya dan selainnya hapus kedalamnya juga. Demikianlah maka sebenarnya buku ini merupakan ajakan pula kembali ke Tuhan sebab zaman sudah mulai berakhir dan Jin sittan maupun Iblis kita giring pula kembali sebab sudah waktunya manakala akhir zaman mulai mereka mesti segera pula pulang kandang sebab janjinya memang hanya sampai sekian.

Jadi sebenarnya bukanlah keanehan lagi manakala kita kembali kedalam Tuhan sebab memang demikianlah seharusnya jalan yang lurus yakni bahwa kita ini semuanya kepunyaan Tuhan dan kesanalah harus kembali. Manakala masih menuju kepada yang selainnya niscaya masih keliru, itulah sebabnya maka barang siapa yang mengambil jalan selain serah diri, niscaya Tuhan tiada menerimanya, sebab memang demikianlah seharusnya yakni manusia ini tidak lagi ada dan hanya Tuhanlah yang ada. Maka sudahlah sewajarnya kembali ke Tuhan menjadi ke Tuhan menjadi tujuan dan tidaklah dapat ditunda tunda lagi, sebab faham memang sudah sampai. Manakala masih terus memperturutkan sittan yakni kecerdasan sebagai manusia biasa yang hidup di dunia maka terpaksa Alam dunia ini ada tak bisa digantikan dengan surga, sebab memang lain mutunya. Demikianlah keadaannya hendaklah dimaklumi.

Kini kembali kepada soal diri kami. Maka demi kehendak Tuhan janganlah dianggap ada nanti menjadi lebih keliru lagi, sedangpun buku ini juga harus dianggap sepi. Demikianlah memang aneh kedengarannya bahwa ada itu sama dengan tidak ada dimana semata-mata memang hanya tergantung pada Tuhan sendiri. Karenanya pula bukan mustahil nanti anda juga dapat menerima wahyu sendiri sebab memang demikianlah kehendak Tuhan bahwa Nabi dan Rasul sudah diakhiri dan cukuplah Tuhan sebagai pengganti.

(TAMAT)